Kejaksaan RI kembali berulang tahun yang ke-49 pada hari Rabu 22 Juli 2009. Hari Ulang Tahun Kejaksaan atau lazim dikenal sebagai Hari Bakti Adhyaksa tahun ini menjadi sangat penting di tengah karut marut penegakan hukum di tanah air.
Kali ini Hari Ulang Tahun Kejaksaan mengambil tema : “ Melalui Hari Bhakti Adhyaksa 2009, kita songsong reformasi birokrasi Kejaksaan menuju terwujudnya aparat Kejaksaan yang profesional dan berintegritas moral yang tangguh “.
Pada bagian penjelasan UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, disebutkan bahwa Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut di atas.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dalam mitologi Yunani, awal tahun disimbolkan dengan Dewa Janus. Dari nama dewa itulah kemudian lahir istilah Januari. Dewa Janus memiliki dua wajah. Yang satu menghadap ke depan, satunya lagi menghadap ke belakang. Kedua wajah tersebut mengandung perlambang unik. Pada setiap pergantian tahun, manusia memiliki kesempatan untuk melihat kebelakang merenungkan apa yang telah dilakukannya kemudian menghadap ke depan sembari menempatkan keinginan dan harapan yang akan diraihnya pada tahun berikutnya;
Dengan falsafah seperti itu pula kita memaknai Hari Bhakti Adhyaksa tahun ini. Tahun 2008 - 2009 telah memberi banyak hal dalam perjalanan sejarah
Dalam kaitan dengan penyampaian pendapat ini, perlu dirumuskan kembali suatu metode penyampaian pendapat yang lebih bernas, mencerahkan dan berdasar hukum pembuktian.
Hal lain yang menjadi catatan dalam upaya introspeksi Kejaksaan adalah adanya gap data yang terjadi antara Kejaksaan di daerah dan di Kejaksaan Agung. Dalam hal ini, penting untuk dicatat hadirnya Tim Supervisi dan akuratisasi data dari Kejaksaan Agung di Sultra. Dari hasil komparasi data tersebut nampak bahwa sebagian kinerja Kejaksaan di Sultra tidak atau belum tercatat di Kejaksaan Agung. Ini terkesan agak aneh karena Kejaksaan Tinggi Sultra senantiasa melakukan mekanisme pelaporan terhadap setiap kasus yang ditangani secara berjenjang. Dengan adanya komparasi data tersebut, kesamaan pandangan dan pemahaman lebih terkoordinasi kembali. Atas dasar tersebut pula Kejaksaan Agung meluncurkan program akuntabilitas dan transparasi penanganan perkara melalui dunia maya/website yang juga mencakupi wilayah Kejati Sultra.
Masih banyak hal lain yang dapat diangkat dalam setahun kebelakang usia Kejaksaan, namun apapun itu, Kejaksaan telah berusaha merespon upaya-upaya reformasi institusi yang bermuara pada terciptanya institusi yang tangguh, mandiri dan profesional;
Dengan harapan tersebut, Kejaksaan Tinggi Sultra dibawah pimpinan yang baru Dr. FAHMI, SH. MH mencoba menunjukkan eksistensinya. Gebrakan yang dilakukannya sejak resmi berkantor di Kendari mulai menunjukkan hasil. Kejaksaan dengan berani melakukan tindakan penahanan terhadap beberapa tersangka yang selama ini melenggang santai di ruang publik.
Tentu terlalu naif mengukur kinerja seseorang dari keberadaan yang belum seumur jagung. Namun dengan trek rekord yang panjang dalam dunia penegakan hukum, para pencari keadilan (justitiabelen) bolehlah berharap banyak. Kajati Sultra yang baru ini memiliki pemahaman yang mumpuni di ruang sidang, juga secara teoritis diakui oleh dunia akademik hingga strata tiga;
Upaya penanganan perkara yang murni didasarkan pada hal-hal bersifat yuridis harus didukung bersama. Upaya penangkapan, penahanan, penyitaaan ataupun penggeledahan haruslah dipahami sebagai pengejawantahan suatu kewenangan yang digariskan KUHAP.
Publik harusah memberikan apresiasi positif sembari memantau dan melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat Kejaksaan secara keseluruhan. Ini penting karena personil Kejaksaan juga bersifat manusiawi yang rentan godaan dan iming-iming. Harapan publik ke depan haruslah senantiasa dinisbahkan pada independensi Kejaksaan yang mandiri dan profesional;
Dalam khasanah penegakan hukum di negara manapun yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi, Kejaksaan selalu hadir sebagai penopang pilar negara. Kejaksaan adalah institusi permanen yang keberadaannya bersifat mandiri dan tidak bergantung.