Rabu, 17 Juni 2009

Korupsi tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Surat Kabar Harian Kendari Pos hari Selasa (16/6) memaparkan berita tentang dugaan korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan di Dinas Kesehatan Kab. Kolaka. Dalam berita tersebut juga dipaparkan pandangan saya tentang mekanisme pengadaan alat-alat kesehatan dimaksud sesuai Keppres No. 80 tahun 2003.

Sesungguhnya wawancara tentang dugaan korupsi pada Dinas Kesehatan Kab. Kolaka tersebut tidak dilakukan secara khusus sebagaimana tertulis dalam koran. Yang ada adalah tukar pikiran sembari ngobrol tentang Mekanisme Pengadaan barang dan jasa Pemerintah secara umum dengan mengacu kepada Keppres No. 80 tahun 2003. Untuk itu saya akan memaparkan kembali sharing pikiran antara saya dan wartawan tersebut agar tidak menimbulkan pemahaman atau penafsiran lain.

Tentu saja ini bukanlah pendapat institusi melainkan sekedar pendapat pribadi yang lahir dan didasari oleh kedangkalan pemahaman dan pengetahuan saya.

Mekanisme Pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2003. PP tersebut juga mengatur secara khusus bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan dalam suatu tahun anggaran yang menginduk kepada tahun kalender. Artinya, tahun anggaran bermula di bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember.

Dalam kondisi biasa, pekerjaan yang tidak selesai pada tahun anggaran berjalan, akan dibayar sesuai dengan prestasinya sembari dianggarkan kembali kelanjutannya pada anggaran berikutnya (DIPDA Lanjutan).

Meskipun para pihak yang menandatangani kontrak (Pimpro/Pejabat Pembuat Komitmen dan Kontraktor/Pelaksana Pekerjaan) telah bersepakat bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu yang termasuk dalam kalender tahun berjalan, tetap saja ada halangan-halangan yang muncul diluar kemampuan dan kekuasaan mereka;

Halangan-halangan tersebut biasanya telah diantisipasi dalam kontrak yang dibuat dalam klausul tersendiri. Halangan tersebut bisa saja hadir karena alasan force majeur (maaf kalau salah ejaan !) seperti, adanya krisis yang berimbas pada kenaikan harga ataupun pengaruh alam atau faktor cuaca.

Bilamana pengadaan barang atau jasa tersebut terkendala oleh faktor alam seperti cuaca yang tidak bersahabat sedangkan barang yang dipesan tersebut telah dibeli di luar daerah tentu akan menjadi hambatan dalam kaitannya dengan waktu pelaksanaan pekerjaan (akhir tahun anggaran). Untuk itu biasanya dan memang seyogyanya, kendala seperti itu dimasukkan ke dalam pos SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) untuk kemudian dialihkan menjadi hutang Pemda tahun anggaran berikutnya. Secara logika ini dapat dipahami karena barang yang dipesan tersebut baru akan hadir/datang pada TA berikutnya;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar